KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa( Ida Hyang Widhi Wasa),karena dalam waktu yang relative
singkat saya berusaha menyelesaikan makalah ini. semoga dengan kehadiran
makalah yang berjudul “Mitos pawukon” dapat memotivasi generasi muda untuk
lebih mudah mempelajari serta menerapkan dimasyarakat guna meningkatkan sradha
baktinya .
kami
menyadari sepenuhnya atas keterbatasan waktu, pengetahuan dan kemampuan yang
dimiliki serta masih kurangnya bahan pustaka yang dimiliki, sehingga masih
banyak mempunyai kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Kami mengharapkan
sumbangan-sumbangan pemikiran, kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini yaitu dengan judul “Mitos Pawukon”.
Akhirnya
kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak atas semua sumbangan yang
diberikan, baik berupa saran maupun kritik.
Singaraja,18 April 2013
penulis
Putu Odie Frida
“ Mitos Pawukon”
Dalam ajaran Wariga peranan wuku tidak dapat
dikesampingkan dalam menentukan padewasan untuk mengawali suatu pekerjaan
mapun melakukan Yajña. Setelah wewaran, wuku adalah merupakan rumusan ke
dua dari wariga untuk menentukan padewasan. Berdasarkan “lontar
Medangkamulan” diceritakan kelahiran wuku seperti dibawah ini.
Tersebutlah ada raja yang banyaknya 27 orang yaitu Raja Giriswara
memerintah di Gunung Emalaya, Raja Kuladewa di Pasutranu. Raja Talu
memerintah di Winekatalu. Raja Mrebuana di Marga Wisaya. Raja Waksaya di
Bragu. Juga ada Raja Wariwisaya di Waragadiaswara. Raja Mrikjulung
memerintah di Sekar Kencana, Raja Sungsangtaya di Sagraya.
Ada lagi yang lainnya yaitu Raja Dungulan bertahta di Tanpasabda. Raja
Puspita di Jena. Raja Langkir di Langkaraya. Raja Medangsu di Medangpat.
Raja Pujitwa di Pujiwisaya. Raja Paha di Pangkurian. Raja Kruru di
Ruruksa. Raja Mrangsinga memerintah di Mrasuminggah. Raja Tambur
memerintah di Kawi. Ada lagi Raja Medangkusa memerintah di
Kusinagara.Raja Matal memerintah di Matala. Raja Uye di Padengenan. Raja
Ijala di Wirajala. Raja Yuda di Prangwija. Raja Baliraja memerintah di
Ladikara. Raja Wiugah di Gandawiran. Raja Ringgita di Apsari.Raja
Kulawudra bertahta di Kalasumihang. Raja Sasawi di Tresawit.
Diceritakan lagi bernama Dang Hyang Kulagiri, mempunyai istri dua orang,
istri yang pertama namanya Dewi Sintakasih, putra dari bhagawan
Gadiswara, istri yang kedua namanya Dewi Sanjiwartia, pura Dang Hyang
Pasupati, kedua putri ini menjadi Raja di Kundadwipa. Setelah lama
bersuami istri, lalu Dang Hyang Kulagiri berkata kepada istri keduanya,
menyampaikan bahwa beliau segera akan pergi ke Gunung sumeru bertapa,
juga mengingatkan supaya permaisurinya baik-baik saja tinggal di kraton
selama beliau pergi. Istri beliau berdua menyetujui. Tak
diceritakan keadaan sang raja bertapa sudah cukup lama sekarang
diceritakan Dewi Sintakasih sudah hamil tua. Dewi Sintaksih
bercakap-cakap dengan Dewi Sanjiwartia, memperbincangkan sang raja belum
datang. Akhirnya dalam percakapan itu diputuskan akan mencari suaminya ke
gunung Sumeru (tempat sang raja bertapa). Tersebutlah kedua istri
sang raja berangkat dari kraton, menuju tempat suaminya bertapa, sampailah
perjalanan beliau pada lereng Gunung Sumeru, Dewi Sintakasih sakit
perutnya makin lama makin sakit sebagai tanda akan melahirkan.
Duduklah Dewi Sintakasih di atas batu yang datar dan lebar, melepaskan
lelahnya sampil menahan rasa sakit perutnya tetapi sayang tidak tertahan
saat itu juga Desi Sintakasih melahirkan bayi laki-laki. Pecahlah batu
tersebut karena tertimpa badan si bayi. Setelah hal tersebut
terjadi gelisah dan berdukacitalah Dewi Sintakasih bersama Dewi
Sanjiwartia. Saat itu pula turunlah Ida Hyang Padmayoni, bertanya kepada
para putri itu, apa sebabnya mereka bersedih. Sang Dewi menghormat sambil
berkata: “Ya, yang terhormat batara, hambamu ini ditinggal oleh suami
bertapa di lereng Gunung Sumeru, sejak hamba baru mulai hamil hingga
sekarang. Sampai kelahiran putra hamba ini belum juga beliau datan
(kembali), itulah sebabnya hambamu ini bersedih hati”. Demikianlah kata
kedua putri itu menghormat kehadapan Dewa Brahma. Dewa Brahma
setelah mendengar cerita kedua putri tersebut beliau sangat bahagia dan
mendoakan supaya bayi itu panjang umur terkenal di dunia serta diberikan
anugerah yang hebat tidak terbunuh oleh para dewa, danawa, detya, manusia
tak terbunuh pada malam hari maupun pada siang hari, tidak mati dibawah
maupun di atas, tidak terbunuh oleh senjata. Kecuali yang dapat
membunuhnya adalah Dewa Wisnu. “ Karena bayimu lahir di atas batu, aku
anugrahi nama I Watugunung”.
Berikut ini adalah penggolongan wuku yang berkaitan dengan penentuan ala
ayuning wuku (baik buruknya hari). Sekilas rangkum kembali, wuku jumlahnya 30, dimana
masing-masing wuku dalam rentang 7 hari dimulai pada hari Minggu (Redite) dan
berakhir pada hari Sabtu (Saniscara). Urutan wuku adalah sebagai berikut:
- Sinta
- Landep
- Ukir
- Kulatir
- Taulu/Tolu
- Gumbreg
- Wariga
- Warigadean
- Julungwangi
- Sungsang
- Dungulan
- Kuningan
- Langkir
- Medangsia
- Pujut
- Pahang
- Krulut
- Merakih
- Tambir
- Medangkungan
- Matal
- Uye
- Menail
- Prangbakat
- Bala
- Ugu
- Wayang
- Kelawu
- Dukut
- Watugunung
Wuku
tersebut kemudian secara garis besar dikelompokkan menjadi 4 kelompok
sebagai berikut:
1.
Wuku Rangda Tiga
- Tidak baik melakukan wiwaha (pernikahan)
- Yang termasuk dalam kelompok ini meliputi: Wariga, Warigadean, Pujut, Menail, Prangbakat
2.
Wuku Tanpa Guru:
- Tidak baik untuk mulai belajar, tidak baik melakukan pekerjaan yang penting-penting atau yadnya.
- Yang termasuk dalam kelompok ini meliputi: Gumbreg, Kuningan, Medangkungan, Kelawu.
3.
Wuku Was Panganten
- Kebaikan: Baik untuk membuat sesuatu yang runcing, mengadakan pertemuan, membuat tembok, pundamen, lantai, membuat pagar.
- Kejelekan: Tidak baik untuk wiwaha (pernikahan).
- Yang termasuk dalam kelompok ini meliputi: Taulu, Dungulan, Krulut, Menail, Dukut.
4.
Wuku Salah Wedi
- Tidak baik untuk upacara potong rambut, pernikahan, atiwa-tiwa.
- Yang termasuk dalam kelompok ini meliputi: Sinta, Landep, Gumbreg, Sungsang, Dungulan, Pahang, Tambir, Medangkungan, Prangbakat, Bala, Wayang, Watugunung.
Wuku
umurnya 7 hari, jumlahnya 30, berdaur ulang pada 210 hari. Kekuatan sifatnya
mengalahkan wewaran,artinya
apa yang dikatakan oleh wukunya dipercayai lebih tepat daripada yang
dinyatakan oleh wewaran. Pawukon kalah dengan padewasan,
yaitu penanggal dan panglong. Berikut informasi lengkap
mengenai wuku:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Karena sebagian besar hari-hari raya
di Bali ditetapkan berdasarkan siklus pawukon, maka pengetahuan akan siklus
pawukon ini akan sangat membantu. Penerapannya secara langsung dapat
dipraktekkan dalam kalkulator pewarigaan,
Misalnya menemukan kapan hari raya Galungan berikutnya,
dengan perintah plus (+) kemudian masukkan 210 untuk melompat ke Galungan
berikutnya. Untuk menemukan weton (kombinasi saptawara
dan pancawara)
berikutnya tinggal melompat ke 35 (7x5) hari berikutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar